Kegiatan Pertemuan Rencana Peningkatan Produksi, Perlindungan Hutan Dan Kesejahteraan Masyarakat (Ppi Compact) Di Kabupaten Kubu Raya dilaksanakan pada hari Jumat, Tanggal 19 Juli 2019 di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta dan dihadiri oleh Kepala DPRKPLH Provinsi Kalimantan Barat.
Pemanfaatan lahan di Kabupaten Kubu Raya untuk investasi berbasis sumberdaya lahan bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dan berada didalam satu bentang alam (lanskap). Praktek peningkatan produksi dalam satu sektor tanpa koordinasi yang efektif dengan pengguna lain cenderung berdampak negatif pada ketersediaan sumber daya secara keseluruhan. Dengan tekanan yang semakin besar terhadap sumber daya alam, ada bahaya penipisan dan deforestasi yang nyata. Untuk mengurangi risiko ini, Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (YIDH) mengembangkan pendekatan tiga aspek, pendekatan Produksi, Perlindungan & Inklusi (pendekatan PPI), untuk berinvestasi dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan.
Sistem keberlanjutan saat ini sulit dicapai karena investasi yang dikelola belum mampu memberikan dampak yang luas bagi masyarakat, seringkali pertanyaan kritis disampaikan oleh parapihak tentang dampak signifikan dari hadirnya investasi di sebuah wilayah terutama terkait dengan upaya pemerintah didalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi yang sama juga dapat dikaji berdasarkan rerata laju deforestasi yang terjadi diwilayah tersebut, terjadinya deforestasi dan degradasi lahan ini secara sengaja maupun tidak disengaja pada saat investasi dibangun. Berdasarkan laporan rencana pertumbuhan ekonomi hijau (Green Growth Plan/GGP) yang didukung oleh YIDH pada tahun 2018, rerata laju degradasi lahan pada periode 2009-2015 di Kabupaten Kubu Raya sebesar 20.983 hektar dan deforestasi sebesar 22.901 hektar. Angka tersebut menunjukkan diperlukannya upaya serius untuk menyeimbangkan kebutuhan produksi dengan tekanan terhadap degradasi dan deforestasi didalam lanskap/wilayah tersebut.
Sebagai salah satu contoh komoditas adalah kelapa sawit. Tantangan perdagangan komoditas pada tingkat global telah menggunakan standart keberlanjutan misalnya kebijakan No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE) masih sulit dipenuhi, kondisi tersebut mengakibatkan pasar komoditas tersebut menjadi terbatas dan sulit untuk mendapatkan harga premium sebagai salah satu bentuk insentif. Pemenuhan standar keberlanjutan pasar memerlukan dukungan dari parapihak terutama peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan penyadartahuan masyarakat disekitar konsesi. Prinsip dan kriteria keberlanjutan bersifat integral dan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kerjasama dengan masyarakat dan perusahaan lain. Berdasarkan kondisi tersebut maka pendekatan bentang alam dan yurisdiksi yang ada berupaya mengatasi tantangan keberlanjutan dengan menyatukan para pihak untuk bekerjasama menganalisis, merencanakan dan memantau kegiatan investasi diwilayah tersebut. Tantangan yang dihadapi didalam mata rantai pasokan dan pasar adalah menciptakan mekanisme yang harmonis, kredibel dan efisien untuk pemenuhan kriteria keberlanjutan.
Pendekatan YIDH didalam mewujudkan dan menjawab tantangan tersebut sejak tahun 2015 melalui intervensi dilapangan bersama berbagai pihak dan penguatan tata kelola dengan penyusunan dokumen rencana pertumbuhan hijau Provinsi Kalimantan Barat, kemudian dokumen rencana pertumbuhan hijau tersebut diterjemahkan melalui rencana pembangunan jangka menengah ditingkat provinsi dan kabupaten. Implementasi kerjasama lanskap juga dilakukan melalui proyek proyek bekerjasama dengan perusahaan, pemerintah, dan LSM di Kabupaten Kubu Raya. Inisiatif kerjasama pada tingkat lanskap merupakan cikal bakal dari kesepakatan PPI Compact berdasarkan wilayah jurisdiksi dan komoditas.
Upaya konkrit yang sudah dilakukan saat ini misalnya membangun bisnis komunitas dengan komoditas seperti kepiting, madu kelulut dan arang batok kelapa di Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar, mendukung peningkatan kapasitas dan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka Panjang (RPHJP) KPH, mendorong adanya investasi hijau, membantu inisiasi kerjasama pengelolaan lanskap berkelanjutan melalui dukungan kepada perusahaan dan LSM. Melalui kesepakatan seperti PPI Compact, para pemangku kepentingan publik dan swasta menyepakati prioritas topik dan target keberlanjutan, tanggung jawab bersama, peta jalan (roadmap) dan sistem pemantauan serta pelaporan.
Sejak tahun 2017, Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (YIDH) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun dokumen pertumbuhan hijau (green growth) dengan 3 (tiga) lokasi percontohan yaitu Kabupaten Kubu Raya, Ketapang dan Kayong Utara.
Ketiga kabupaten ini berada di satu bentang alam (lanskap) yaitu lanskap Kubu. Pemilihan Kubu Raya sebagai lokasi percontohan dalam konsep pertumbuhan hijau dikarenakan di daerah ini terdapat investasi berbasis sumber daya lahan yang jika tidak dikelola dengan baik maka akan cenderung berdampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam secara keseluruhan.
Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (YIDH) melalui konsep pertumbuhan hijau telah melakukan upaya untuk mendorong model bisnis berkelanjutan. Ini dilakukan untuk menarik aliran investasi yang lebih menyeimbangkan kelestarian alam dengan keuntungan sosial ekonomi. Model bisnis ini dilakukan dengan kolaborasi multi pihak yang dilandasi dengan perjanjian berbasis produksi, proteksi, dan inklusi (PPI). Kesepakatan PPI (PPI Compact), menjadi landasan utama bisnis hijau.
Melalui prinsip proteksi, bisnis hijau wajib melakukan perlindungan dan restorasi terhadap hutan dan gambut. Sementara, inklusi dilakukan untuk menjadi bagian dari rantai pasok berkelanjutan dalam perdagangan global. Pada akhirnya, dengan proteksi dan inklusi, produk agro yang dihasilkan merupakan komoditas berkelanjutan.
Di Indonesia, terdapat berbagai komoditas yang dikembangkan dengan model bisnis ini, antara lain minyak sawit, pulp dan kertas, kayu dan hasil hutan, maupun karet. Selain itu juga terdapat kopi, kakao, rempah-rempah, serta perikanan budidaya. Untuk Kabupaten Kubu Raya, komoditas yang dikembangkan adalah kepiting, madu kelulut, dan arang batok. Pengembangan komoditas ini terdapat di Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Padang Tikar.
Pendekatan berbasis PPI yang dikembangkan oleh YIDH bertujuan untuk mewujudkan investasi dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan. Tetapi sistem keberlanjutan ini sulit untuk dicapai karena investasi yang dikelola belum memberikan dampak yang luas baik bagi masyarakat maupun bagi daerah. Bagi masyarakat investasi belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sedangkan bagi daerah belum mampu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu dampak dari investasi ini terutama yang berbasis lahan adalah meningkatnya laju deforestasi dan degradasi hutan dan lahan.
Berdasarkan laporan rencana pertumbuhan ekonomi hijau (green growth plan/ GGP) didukung oleh YDIH pada tahun 2018, rerata laju deforestasi lahan pada periode 2009 – 2015 di Kabupaten Kubu Raya sebesar 20.983 hektar dan deforestasi sebesar 22.901 hektar. Angka tersebut menunjukkan diperlukannya upaya serius untuk menyeimbangkan kebutuhan produksi dengan tekanan terhadap degradasi dan deforestasi didalam lanskap / wilayah tersebut.
Sejalan dengan misi Gubernur Kalimantan Barat yang akan mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan, dimana salah satu program yang akan dikembangkan adalah untuk meningkatkan status desa menuju desa mandiri, konsep dari pertumbuhan hijau yang diusung oleh YIDH ini sangat sejalan dengan peningkatan nilai Indeks Desa Membangun (IDM). Hal ini dikarenakan didalam penilaian IDM, salah satu indikator penilaiannya adalah indeks ketahanan lingkungan (IKL). Dengan meningkatnya IKL di suatu desa, nilai IDM juga akan meningkat.
Pendekatan konsep produksi, perlindungan dan inklusi yang diusung oleh YIDH dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah Kubu Raya yang berlokasi di Hutan Desa Padang Tikar diharapkan dapat diterapkan tidak hanya di daerah ini, tetapi juga dapat dikembangkan di daerah lain sebagai sebuah bentuk pembelajaran (best practice). Praktek-praktek silvofishery yaitu pengembangan kepiting dan madu kelulut di lokasi hutan mangrove sekaligus melakukan penanaman dan konservasi dihutan mengrove ini akan sangat mendukung IDM di wilayah ini. Disatu sisi lingkungan dapat terjaga dan disisi yang lain juga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Dengan disusunnya dokumen pertumbuhan hijau, akan dikembangkan beberapa skenario yang paling baik yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan kepentingan lingkungan. Ada empat skenario yang akan dianalisis yaitu skenario Business as Usual (BAU), Produksi, Konservasi serta gabungan dari skenario Produksi Konservasi. Fokus analisis adalah pada sektor berbasis lahan yaitu kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan budidaya dan pertambangan, dengan proyeksi pertumbuhan selama 10 dan 20 tahun ke depan. Setiap scenario akan dianalisis dengan menggunakan criteria tertentu yaitu :
Pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia didasarkan pada 3 jenis kegiatan yang saling memperkuat untuk mencapai hasil pembangunan berkelanjutan yang diharapkan :
Tindak lanjut hingga saat ini di Kabupaten Kubu Raya telah dikeluarkannya Surat Bupati Kubu Raya Nomor 503/1061/Bappeda-Ekon tanggal 20 Mei 2019 perihal Rekomendasi Kerjasama Green Growth Plan kepada Bentang Kalimantan membantu merumuskan kebijakan dan pelaksanaan Program Green Growth Plan di Kabupaten Kubu Raya dengan pertimbangan Bahwa belum terdapat rencana aksi yang konkrit dalam melaksanakan Rencana Pertumbuhan Hijau di tingkat lansekap Kubu Raya.
Harapan ke depan kerjasama ini dapat merumuskan suatu rencana aksi yang dapat diimplementasikan di tingkat tapak melalui penggalian sektor-sektor potensial/ unggulan yang menjadi pengungkit ekonomi yang berwawasan lingkungan dengan mengedepankan aspek keberlanjutan, tidak hanya itu, diharapkan melalui skema kerjasama ini mendapat bantuan donor dari luar (Yayasan IDH Indonesia) dalam mendukung pembiayaan kegiatan di Kabupaten Kubu Raya.
Sebagai informasi saat ini di Kabupaten Kubu Raya sedang memasuki tahapan rancangan akhir penyusunan RPJMD Kabupaten Kubu Raya 2019-2024 dengan Visi Terwujudnya Kabupaten Kubu Raya yang Bahagia, Bermartabat, Terdepan, Berkualitas dan Religius. Tahapan tersebut telah dilalui juga dengan Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJMD.
Data-data yang telah disajikan di Dokumen Rencana Pertumbuhan Hijau/ Green Growth Plan tersebut diharapkan akan menjadi masukan/ memperkaya kajian RPJMD, Review RPJPD Kabupaten Kubu Raya 2009-2029, bahan teknis dalam Review Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kubu Raya 2016-2036 (khususnya pada Kawasan Strategis Fungsi Daya Dukung Lingkungan Hidup), Kajian Sustainable Development Goals (SDG’s), serta Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan yang merupakan salah satu indikator dalam Indeks Desa Membangun (IDM) yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya untuk peningkatan status kemandirian desa.
Perlunya sinergisitas/sinkronisasi/keterpaduan program dan kegiatan dari stakeholders/ multi pihak dalam pencapaian target pertumbuhan hijau di Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Barat dan pengembangan kawasan tematik di Kabupaten Kubu Raya. Kebijakan tersebut selaras dengan visi pembangunan berkelanjutan dan memberikan ruang bagi semua pihak untuk berkontribusi bagi pencapaiannya. Oleh sebab itu, melalui pertemuan yang akan digelar dengan perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Kubu Raya, diharapkan dapat menjadi momentum untuk mensosialisasikan visi dan misi pembangunan dan memperoleh dukungan dari perusahaan, masyarakat dan pihak lainnya (Tika).